Sabtu, 21 Agustus 2010

Bedah Robotik adalah 'Standar Emas' Baru untuk Bedah Prostat

Bisakah Anda membayangkan dokter bedah dengan empat tangan dan mata yang dapat melihat lebih dekat, serta otak yang bisa memproses informasi terus-menerus tanpa istirahat? Menurut Anda itu hanya fiksi ilmiah? Mungkin benar 20 tahun lalu, tapi tidak lagi sekarang.

Selamat datang di dunia bedah robotik - dan berkenalanlah dengan dokter luar biasa ini - Dr Da Vinci. Sistem bedah Da Vinci memadukan kapabilitas endoskopi 3-D dan teknologi robot canggih, yang secara virtual dapat memperpanjang tangan dan mata dokter, ke dalam dunia bedah. "Bedah robotik memiliki banyak keuntungan. Pertama, Da Vinci memberi alternatif invasif minimal dan pembesaran yang baik, sehingga memberi tampilan 3D dari area yang bermasalah. Selain itu, tangan-tangan robot mampu menirukan gerakan tangan manusia, sehingga bisa menjahit dengan sangat tepat," kata Dr Tan Eng Choon dari E.C. Tan Urology di Mount Elizabeth Medical Centre.

Selain kemudahan bedah, sistem bedah Da Vinci memberi pasien pemulihan yang lebih cepat dan sakit pasca operasi yang minimal. Dua rumah sakit di Singapura telah berinvestasi besar-besaran untuk sistem robotik - Mount Elizabeth Hospital di bawah naungan Parkway Group dan Singapore General Hospital. Menurut Dr Tan, sistem Da Vinci sangat baik terutama untuk kanker prostat, di mana operasi sering menjadi perawatan yang umum. Kondisi yang mempengaruhi organ-organ pada saluran kemih seperti kandung kemih dan kanker ginjal juga dapat mengambil manfaat dari bedah robotik.

Dalam kondisi normal, menghadapi bedah urologi apa pun bentuknya biasanya menciptakan kekhawatiran yang besar. Bedah urologi terbuka tradisional - di mana insisi besar dibuat untuk mengakses organ-organ pelvis - selama ini menjadi pendekatan standar. Tapi bedah terbuka memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut meliputi sakit pasca operasi , masa pemulihan yang lama dan potensi dampak jangka panjang yang susah ditebak pada fungsi seksual dan kontinensia.

"Prostat berada di rongga yang dalam di daerah pelvis. Organ ini kecil - seukuran buah kenari - dan sulit diakses. Tempatnya tidak hanya sangat terselip tetapi juga dikelilingi syaraf-syaraf yang mempengaruhi kendali kemih dan fungsi seksual. Karena itulah secara konvensional, kita memerlukan bedah terbuka pada kasus-kasus prostat. Meski begitu, pembedahan cukup sulit dilakukan," katanya.

Prostat adalah kelenjar reproduksi pria yang menghasilkan cairan yang ditemukan pada semen. Terletak di bawah kandung kemih dan di depan anus, prostat mengelilingi uretra - tabung yang mengosongkan urine dari kandung kemih. Kanker prostat mempengaruhi kelenjar prostat dan dapat menyebar ke struktur sekelilingnya. Meski kebanyakan penderita kanker prostat tidak menampakkan gejala, dokter dapat mendeteksi kanker prostat saat pemeriksaan rutin, dengan menggunakan gabungan antara tes darah yang disebut PSA dan pengujian rektum digital, atau DRE. Gangguan ini umum terjadi pada laki-laki, terutama berusia lanjut. Dengan kesadaran yang lebih baik, deteksi kanker prostat semakin menjadi tren dan tingkat kematian akibat prostat menurun. Perawatan yang lebih baik juga membuat lebih banyak pria mendapatkan lagi kehidupan yang aktif dan produktif setelah perawatan.

Bagi penderita yang berhasil didiagnosis dini, biasanya terdapat beberapa pilihan perawatan yang meliputi pendekatan konservatif, terapi radiasi dan prostatektomi - pengangkatan prostat dengan bedah. Perawatan yang disebut terakhir ini sekarang menjadi prosedur "standar emas" untuk pria di bawah 70 tahun dengan kanker pada organ terbatas stadium awal. "Tujuan utama prostatektomi adalah menghilangkan kanker. Tujuan kedua adalah menjaga fungsi uriner dan, jika dapat diterapkan, fungsi ereksi. Menjaga syaraf-syaraf yang diperlukan untuk ereksi dapat menjadi tujuan yang sangat penting bagi pasien. Syaraf-syaraf ini melewati prostat dan sering rusak saat prostat diangkat," jelas Dr Tan.

Untungnya, pilihan bedah yang tidak seberapa invasif kini tersedia bagi banyak pasien yang menghadapi prostatektomi. Pilihan paling umum adalah laparoskopi, yang menggunakan kamera bedah khusus dan instrumen yang rigid untuk mengakses dan mengangkat prostat dengan menggunakan beberapa insisi kecil. Tapi kendati laparoskopi bisa efektif pada banyak prosedur biasa, keterbatasan teknologi ini membuatnya tidak bisa digunakan untuk kasus yang lebih kompleks.

Tetapi dengan kemajuan teknologi robotik, bedah yang kompleks sekalipun dapat menjadi lebih efisien dan efektif. "Risiko bedah prostat sekarang jauh lebih kecil. Sekarang, kita dapat melakukan zoom langsung pada area tempat syaraf dan jaringan mengumpul. Dengan kejelasan yang lebih baik dan anatomi kritis yang detil, risiko yang biasanya ada pada bedah tradisional dapat dihindari, seperti inkontinensia dan impotensi," papar Dr Tan.

Presisi robotik memungkinkan preservasi panjang uretra dan konstruksi anastomosis kedap air yang lebih baik, sehingga menurunkan kemungkinan inkontinensia. Dengan visualisasi yang dapat diperbesar, diseksi dan preservasi syaraf dapat dilakukan dengan tepat, sehingga fungsi seksual pria dapat dipertahankan. Dan tidak seperti bedah konvensional yang sebagian besar mengandalkan keahlian kerja dokter bedah, bedah robotik dengan komputerisasi meminimalkan "getaran tangan" yang berarti mengurangi risiko kesalahan akibat kelelahan.

Sistem Da Vinci mulai diperkenalkan di sini sekitar tiga tahun yang lalu. Sejak saat itu, Dr Tan telah melakukan antara 70 hingga 80 kasus prostatektomi dengan menggunakan teknologi robotik. Bedah robotik pertama kali dilakukan di Jerman tahun 2000. Sejak itu, puluhan ribu operasi prostatektomi robotik dilakukan di seluruh dunia, mulai Amerika Serikat, Eropa dan sekarang, Asia. Hingga 2005, hampir 30 persen dari semua prostatektomi radikal dilakukan dengan bantuan robot.

Pertumbuhan yang luar biasa ini dipicu oleh keunggulan sistem Da Vinci. Tapi teknologi ini juga membawa bandrol harga yang tinggi - secara rata-rata, biaya bedah robot 40 persen lebih mahal. Tetapi keunggulannya mengalahkan biaya ekstra tersebut.

"Biaya operasi dengan Da Vinci sekitar $35.000, tapi bedah berbantuan robot ini memberi hasil klinis yang lebih baik, dan jumlah darah yang hilang lebih kecil, sehingga jika Anda menghitung semua keuntungannya, biayanya yang lebih tinggi itu tetap masuk akal," katanya. Sebagaimana bedah yang lain, keuntungan ini tidak dapat dijamin, karena operasi bersifat spesifik untuk setiap pasien dan prosedur. Meski prostatektomi dengan sistem bedah Da Vinci dianggap aman dan efektif, tapi prosedur ini mungkin tidak cocok untuk semua orang.

"Pasien harus selalu bertanya kepada dokter tentang pilihan-pilihan perawatan yang tersedia, sebelum memutuskan pilihan mana yang terbaik sesuai dengan kasusnya," ujar Dr Tan. Di samping menguntungkan pasien, sistem ini juga menghilangkan ketegangan otot pada dokter, karena dokter cukup duduk di konsol dan menyibukkan diri dengan tampilan prostat dan pelvis yang diperbesar.

Popularitas bedah robotik menyebabkan menjamurnya pusat-pusat robotik di seluruh dunia. "Prostatektomi robotik mengalami pertumbuhan yang sangat pesat sebagai pilihan perawatan kanker prostat di Amerika Serikat saat ini. Asia sepertinya juga mengikut tren ini seperti terlihat pada semakin banyaknya sistem Da Vinci yang diterapkan untuk mengakomodasi meningkatnya jumlah pria yang didiagnosis kanker prostat dini," lanjur Dr Tan.

Selain kanker prostat dan masalah urologi lainnya, sistem bedah Da Vinci dapat juga digunakan untuk beberapa kondisi ginealogi. Tetapi di luar itu, untuk sekarang penggunaannya masih terbatas. "Mengingat desain sistem robot saat ini, baru beberapa jenis operasi bisa dilakukan dengan pendekatan ini. Tetapi depan kemajuan teknologi, pasti kita akan menyaksikan perkembangan dan perluasan cakupan penggunaannya," pungkas Dr. Tan.


Sumber :
http://www.singaporemedicine.com/id/healthcaredest/story0004.asp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar