Sabtu, 21 Agustus 2010

Perawatan Bedah Saraf Pediatrik

Perawatan bedah-saraf pediatrik menggabungkan keterampilan perawat bedah-saraf yang menguasai tehnik yang canggih dengan keterampilan perawat pediatrik yang memahami kebutuhan anak. Apakah perawatan dilakukan diruang gawat darurat, ruang rawat intensif, perawatan neonatal atau unit perawatan umum, terdapat prinsip bedah-saraf dasar yang harus dipikirkan dalam memberikan perawatan paripurna bagi anak. Perawat bedah-saraf harus cakap dalam menilai dan memberikan interpretasi atas beberapa tanda neurologis dan atas reaksi terhadap terapi. Penilaian perawat pediatrik menjadi sulit karena variasi umur, tingkat perkembangan serta derajat kecemasan anak. Walau tingkat perawatan bedah-saraf tidak terlalu rumit diruang perawatan umum dibanding diruang perawatan kritis, tanda-tanda perburukan status neurologis tetap dapat terjadi setiap saat bahkan pada pasien yang sebelumnya stabil. Karenanya semua perawat harus mampu mengidentifikasikan perubahan penting pada pasien bedah-saraf dan segera memberitahukan dokternya sebelum terjadi perburukan serius atau kerusakan otak yang irreversibel.


FUNGSI UMUM OTAK.

Beberapa pengetahuan anatomi fungsional otak dan saraf kranial memungkinkan perawat memahami disfungsi neurologis (tabel). Bagian posterior lobus frontal (korteks motor) mengatur gerak otot volunter. Bicara terganggu bila kelainan pada hemisfer dominan. Bagian anterior lobus frontal mengatur keadaan emosi anak serta kegiatan intelektual yang kompleks. Anak yang menunjukkan agitasi, bingung dan menunjukkan respons emosi yang tidak lazim mungkin mempunyai gangguan pada bagian anterior lobus frontal.

Lobus parietal menginterpretasikan impuls sensori yang diperlukan untuk mengenali objek. Contohnya anak yang kesulitan mengenal benda yang diletakkan digenggamannya ketika matanya ditutup menunjukkan tanda-tanda kerusakan lobus parietal.

Lobus temporal adalah pusat pendengaran dan memungkinkan anak menerima dan mengartikan pembicaraan. Afasia reseptif auditori menunjukkan gangguan lobus temporal dominan.

Lobus oksipital menerima dan menginterpretasikan rangsang visual. Karenanya bila terjadi defek lapang pandang, mungkin akibat gangguan pada lobus oksipital.

Talamus sering dikatakan sebagai stasiun relai sensori otak. Ia juga membedakan antara sensasi menyenangkan dan tidak menyenangkan.

Hipotalamus adalah bagian pusat dari sistem saraf otonom. Anak dengan gangguan hipotalamus mungkin menampilkan gangguan metabolisme, pertumbuhan, kematangan seksual, suhu tubuh, tekanan darah, pola tidur serta respons viseral dan emosional lainnya.

Batang otak (otak tengah, pons dan medulla oblongata) merupakan jalur penghantar antara kord spinal dengan bagian lain otak. Juga mempunyai 10 inti saraf kranial, nomor 3 hingga 12. Batang otak memiliki formasi retikuler yang berfungsi sebagai sistem kesadaran yang merupakan anyaman jaringan sel-sel otak dan serabut saraf. Bila anak dalam koma, mungkin formasi retikuler sudah terganggu.

Ataksia atau gerakan yang tidak terkoordinasi menunjukkan terganggunya serebelum yang merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi.


Tabel : Saraf –saraf otak, lokasi dan fungsi.

Saraf/ Fungsi/ Lokasi inti

I Olfaktori/ Penciuman/ Anterior Lobus Frontal

II Optik/ Penglihatan/ Talamus

III Okulomotor/ Gerak mata/ Otak tengah

IV Trokhlear/ Gerak mata/ Otak tengah

V Trigeminal/ Mengunyah/ Sensasi wajah, gigi,kulit kepala/ Pons

VI Abdusen/ Gerak mata/ Pons

VII Fasial/ Ekspresi wajah, Rasa, kelenjar ludah dan air mata/ Pons

VIII Akustik/ Mendengar, Rasa keseimbangan/ Medulla

IX Glossofaring/ Sekresi ludah,Gerak menelan.Sensasi tenggorokan, Rasa/ Medulla

X Vagus/ Menelan, bersuara,Memperlambat denyut jantung dan mempercepat peristaltik/ Medulla

XI Aksesori spinal/ Gerak bahu, Rotasi leher/ Medulla

XII Hipoglosal/ Gerak lidah/ Medulla



PENILAIAN STATUS NEUROLOGIS

Karena perawat lebih banyak menghabiskan waktunya dengan pasien, observasi mereka sangat penting dalam menilai perubahan status neurologis. Catatan dasar neurologis sederhana memungkinkan perawat membandingkan perubahan neurologis yang terjadi. Memastikan pasien stabil, memburuk atau membaik akan menentukan arah pengelolaan pasien. Agar kosisten dalam membandingkan, dipakai format standar seperti GCS. Untuk menilai pasien secara tepat, perawat harus memahami 4 komponen penilaian neurologis praktis : tingkat kesadaran, fungsi motor, reaksi pupil, respirasi beserta tanda vital lainnya.

Tingkat kesadaran adalah indikator terpenting dari fungsi otak pasien dan biasanya memberikan pertanda pertama bahwa kondisi pasien memburuk. Tingkat kesadaran bervariasi dari sadar penuh, mengantuk, gelisah atau tidak bereaksi. Bila sadar penuh, pasien dapat menjawab pertanyaan dengan benar dan bisa berorientasi atas waktu, tempat dan orang. Pada pasien praverbal, gunakan GCS dengan modifikasi pada unsur verbal. Untuk menilai kesadaran terhadap lingkungan dan refleks, refleks isap bisa membatu menetukan derajat respons pasien. Tahap pertama perburukan diketahui bila anak menjadi gelisah, susah dibangunkan dan bereaksi lambat atau tidak tepat terhadap pertanyaan. Bila perawat harus memberikan rangsang nyeri untuk mendapatkan respons, keadaan pasien nyata telah memburuk.

Indikator kedua yang digunakan adalah fungsi motor. Apakah anak mampu menggerakkan keempat anggotanya dengan kekuatan yang sama dan dengan terkontrol? Pada bayi, periksa kemampuan memegang botol dan atau refleks memegang. Pada anak lebih besar periksa kekuatan, ekualitas bilateral serta kemampuan melepas genggaman tangan. Untuk memeriksa kelemahan yang sangat ringan, suruh anak merentangkan tangannya kedepan sambil menyuruh menutup matanya. Bila ada kelemahan, anggota yang lemah akan bergerak kebawah. Bila satu sisi menjadi lebih buruk, berarti pasien mengalami perburukan neurologis. Periksa juga kesimetrisan wajah.

Indikator fungsi otak ketiga adalah mata (gerak bola mata dan respons pupil). Normalnya pupil ukurannya sama dan bereaksi jelas terhadap sinar. Pupil yang melebar dan bereaksi lambat merupakan masalah serius terutama bila bersama dengan penurunan derajat kesadaran. Garak mata dicatat pada lembar pengamatan.

Indikator keempat adalah perubahan respirasi dan tanda-tanda vital lainnya. Respirasi akan melambat bila tekanan intrakranial meningkat. Melebarnya tekanan nadi yaitu bertambahnya selisih tekanan sistol dan diastol, serta bradikardia juga merupakan tanda lain dari peninggian TIK. Perubahan tanda-tanda vital biasanya berakibat perubahan yang jelas dari tingkat kesadaran pasien dan dokter harus segera diberitahu perburukan pasien tsb.

Bila status neurologis pasien tidak stabil, tanda-tanda vital neurologis harus diinterpretasikan dan dicatat berkala. Pencatatan tanda-tanda neurologis berkisar antara setiap 15 menit dan 2 jam. Bila anak cukup stabil, tidak perlu memantau lebih cepat dari setiap 2 jam, namun pengamatan visual tetap merupakan tanggung-jawab perawat. Bila perawat menemukan perburukan tingkat kesadaran misalnya, perawat kembali mengatur frekuensi pencatatan tanda-tanda vital neurologis serta segera memberitahu dokternya.

Perawat juga harus mengenal kemungkinan komplikasi yang ditunjukkan oleh kebocoran cairan serebrospinal, diabetes insipidus serta kejang. Setelah operasi atau cedera kepala, kebocoran cairan serebrospinal tampak sebagai aliran cairan dari telinga atau hidung. Bila bingung akan sumber cairan, periksa glukosa cairan tsb. Hasil positif berarti cairan serebrospinal. Bila aliran cairan serebrospinal menetap dan tidak diberikan antibiotika, meningitis bisa terjadi. Perawat tidak boleh melakukan tindakan yang akan memicu kebocoran cairan serebrospinal seperti menghisap hidung, memasang NGT, dan juga pasien tidak boleh membuang cairan dari hidungnya dengan cara seperti membuang ingus.

Beberapa basien bedah-saraf setelah cedera atau operasi akan mengalami diabetes insipidus akibat perubahan pelepasan ADH (antidiuretic hormone) dari hipofisis posterior. Tanda-tanda diabetes insipidus antaranya volume urin yang banyak dengan BJ kurang dari 1.005 pada pemeriksaan berulang serta meningkatnya rasa haus serta mengkonsumsi sejumlah banyak air dalam mengkompensasi output urin yang tinggi.

Tidak jarang pasien bedah-saraf mengalami kejang. Kejang yang timbul tiba-tiba jelas menunjukkan gangguan neurologis dan memerlukan perhatian dokter. Setelah cedera kepala , kejang mengharuskan perawat waspada akan kemungkinan komplikasi seperti edema atau perdarahan otak. Kejang dapat terjadi setelah operasi intrakranial akibat iritasi lokal atau edema otak. Untuk anak dengan riwayat kejang atau dengan keadaan yang bisa memicu kejang, mengawasi pasien harus lebih ketat agar terhindar dari cedera serta untuk menjaga keutuhan jalan nafas.


PENINGGIAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Pemahaman patofisiologi peninggian tekanan intrakranial membantu perawat melakukan pengamatan penting. Karena otak letaknya terkurung dalam kerangka yang kaku, peninggian tekanan dalam rongga tengkorak dapat menghambat aliran darah otak yang bisa berakibat gangguan fungsi otak yang permanen. Tengkorak bayi, yang belum kaku, merupakan kekecualian dan peninggian tekanan intrakranial dapat diamati sebagai penonjolan fontanel. Tanda-tanda serta gejala awal peninggian tekanan intrakranial antaranya :

1. Nyeri kepala.
2. Muntah.
3. Penurunan tingkat kesadaran.
4. Perbedaan ukuran pupil; melambatnya reaksi terhadap cahaya.
5. Peninggian tekanan darah.
6. Melambatnya nadi.
7. Kelemahan anggota badan.
8. Munculnya respon plantar.


Penyebab peninggian tekanan intrakranial bervariasi, namun bila perawat tidak mendapatkan tanda peringatan pada waktunya, hasil akhir akan berupa pupil yang melebar serta henti napas, yang biasanya irreversibel akibat peninggian tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial normal berkisar dari 0-15 mmHg; tekanan intrakranial diatas 15 mmHg dianggap meninggi.

Anak dengan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial memerlukan pengamatan ketat serta pencatatan yang lengkap di ICU. Anak dengan GCS 8 atau kurang memerlukan pemantauan tekanan intrakranial secara kontinu. Tindakan keperawatan untuk mengontrol tekanan intrakranial antaranya : peninggian kepala tempat tidur 15-30°, mempertahakan jalan nafas untuk mencegah hipoventilasi, memposisikan pasien secara miring untuk mencegah obstruksi jalan nafas akibat muntah, dan mengatur cairan sesuai kebutuhan. Untuk mempertahankan jalan nafas yang utuh, penghisapan hanya dilakukan maksimum 15 detik, karena penghisapan meninggikan tekanan intrakranial seketika. Bila masih diperlukan penghisapan, lakukan hiperventilasi dengan oksigen terlebih dahulu.

Dokter mungkin mengorderkan steroid, cairan hiperosmotik, hiperventilasi, hipotermia dan induksi koma dengan barbiturat. Steroid membantu mengurangi edema otak serta menstabilkan sawar darah otak kecuali pada trauma mungkin hanya metilprednisolon. Cairan hiperosmotik membuang cairan dari jaringan otak kealiran darah untuk dibuang melalui ginjal. Namun lebih mungkin perbaikan yang terjadi adalah akibat hemodilusi hingga aliran darah keotak menjadi lebih baik dibanding efeknya sebagai pengurang edema. Cairan hiperosmotik yang digunakan biasanya mannitol 20% dengan dosis 1-3 gram per kg dan diinfuskan sekitar 15-30 menit. Pasien harus dipasang kateter sebelum pemberian mannitol IV untuk memastikan keefektifan diuresis. Hiperventilasi mekanik dengan respirator atau dengan “bagging” mengurangi CO2 jaringan otak, dengan akibat vasokonstriksi, menurunkan tekanan intrakranial. Induksi hipotermia mengurangi tekanan intrakranial dengan mengurangi kebutuhan glukosa dan oksigen otak. Pengamatan tekanan intrakranial secara kontinu dengan menginsersikan sensor atau sensor pada fontanel memberikan data perubahan tekanan intrakranial , hingga tindakan bisa diberikan secara cepat. Bila tekanan intrakranial tetap tinggi, dokter sering menginduksikan koma dengan barbiturat, yang walau tetap kontroversial, namun sering sangat efektif mengurangi tekanan intrakranial secara nyata.

Pada pasien dengan monitor epidural atau fontanel terpasang, perawat dapat lebih hati-hati dengan tindakan keperawatan yang bisa meninggikan tekanan intrakranial . Misalnya penghisapan dan pengaturan posisi pasien akan meninggikan tekanan intrakranial , karenanya perawat harus merancang perawatan sehingga kedua tindakan tersebut tidak dilakukan secara bersamaan. Anak dengan koma barbiturat memerlukan perawatan fisik total karena koma menyebabkan paralisis total. Karena otot pernafasan mengalami paralisis total, perawat bertanggung-jawab memastikan anak mendapat ventilasi adekuat.


ANAK DENGAN KONDISI KRITIS

Perawatan anak dengan keadaan koma memerlukan asuhan keperawatan ketat untuk mempertahankan keadaan fisik optimal serta mencegah komplikasi akibat immobolitas dan terganggunya fungsi neurologis.

Perawatan respirasi dengan pengamatan berkala serta penghisapan jalan nafas diperlukan pada semua pasien koma dengan intubasi untuk memastikan jalan nafas yang utuh, karena gagal nafas adalah penyebab kematian paling utama pada pasien koma. Masalah yang umum timbul adalah sumbatan jalan nafas oleh sumbat mukus atau atau aspirasi makanan dari makanan nasogastrik. Untuk mencegah sumbat mukus, kelembaban sangat bermanfaat. Untuk mencegah aspirasi, peninggian kepala tempat tidur 30° serta membuang residu isi lambung dengan penghisap sebelum memberikan makanan lewat NGT untuk mengurangi risiko keluarnya isi lambung atau regurgitasi. Pembuangan residu dengan penghisap adalah untuk memberikan ruang pada makanan yang akan diberikan selanjutnya. Pengamatan residu lambung penting karena peningkatan residu lambung bisa mengindikasikan adanya ileus.

Rongga hidung memerlukan pengusapan dua kali sehari untuk mencegah sekresi yang mengering menghambat jalan nafas. Bila dokter curiga adanya kebocoran cairan serebrospinal, pengusapan dan penghisapan hidung dikontraindikasikan.

Perawatan mulut penting pada pasien koma. Gigi dan gusi dibersihkan dengan spatula dibalut kassa yang dibasahi cairan pembersih mulut. Untuk membersihkan bagian dalam mulut, dapat diirigasi dengan kombinasi cairan pembersih mulut dan peroksida, sementara parawat yang lain menghisap mulut. Selalu posisikan anak pada sisi tubuhnya selama merawat mulut untuk mencegah aspirasi.

Perawatan saluran cerna dan kandung kencing sangat penting pada pasien koma. Mencret dapat berarti malabsorbsi makanan nasogastrik, bendungan fekal atau makanan yang diberikan terlalu cepat. Konstipasi dapat menimbulkan peninggian tekanan intrakranial bila anak mengedan, karenanya pelunak makanan harus segera diberikan. Output urin perlu pengamatan untuk menilai balans cairan. Kateter terpasang berperan dalam menimbulkan infeksi saluran kemih hingga harus dilakukan pengangkatan secara dini.

Perawatan kulit bertujuan mencegah lecet karena tekanan pada pasien sakit berat. Perhatian diarahkan pada perubahan berkala posisi tubuh disertai dengan latihan. Kasur udara yang diindikasikan bersamaan dengan jadwal perubahan posisi akan menentukan jadwal perubahan posisi serta posisinya sendiri. Anak dengan inkontinensia harus segera dirawat dengan baik. Bila anak memakai alas pendingin, peruabahan posisi dilakukan tiap 2 jam dan gerak pasif minimal tiap 8 jam. Beberapa pasien memerlukan bidai untuk mencegah wristdrop dan footdrop. Bila bidai dipakai, perlu dibuka tiap 4 jam untuk melihat kulit didaerah penekanan.

Pasien sakit kritis memerlukan perawatan fisik dan psikososial. Membicarakan serta menjelaskan semua kegiatan pada pasien adalah penting karena ia mungkin merasa dan mendengar. Kebutuhan psikososial keluarga dengan anak dalam perawatan intensif tidak boleh dilupakan. Penjelasan berkelanjutan serta penegasan kembali rencana medis serta prognosis diindikasikan. Orang-tua biasanya ingin mengetahui mengapa mesin atau monitor digunakan dan bagaimana kerjanya membantu anaknya. Jawab pertanyaan dengan sejelas dan sesingkat mungkin serta harus tanggap akan reaksi keluarga. Yang lebih penting, perawat harus menjelaskan pada orang-tua perawatan apa yang boleh mereka lakukan. Sering dengan semua instrumen terpasang, orang-tua cemas untuk menyentuh dan berbicara dengan anaknya. Orang-tua dapat menjadi aktif dalam melakukan beberapa perawatan fisik dan perawat harus memberi semangat pada mereka agar berbicara pada anaknya bila keadaan mengizinkan, karena anak mungkin mengerti dan mendengar.


PERAWATAN DIBANGSAL

Kondisi bedah-saraf pasien yang dirawat dibangsal bervariasi. Mereka mungkin dalam pemulihan setelah operasi, cedera kepala dalam observasi atau pemulihan dari cedera kepala berat, dan pasien yang dirawat untuk pemeriksaan. Semua pasien dapat menunjukkan perburukan status neurologis. Walau pasien bedah-saraf ini tidak kritis, mereka tetap memerlukan penilaian yang tepat bila tanda-tanda vital neurologis perlu pengamatan.

Tanggung-jawab mengharuskan perawat melaporkan semua kemunduran dan untuk membantu anak agar pulih kepotensi maksimum. Pemulihan dapat menjadi kerja berat terutama setelah kerusakan neurologis berat. Anak mungkin memerlukan pembelajaran ulang bahkan terhadap perintah yang sederhana seperti menelan dan mengunyah sebelum makanan lewat mulut dilakukan. Tampaknya, bila anak mulai makan lewat oral lagi, ia menjadi lebih sadar dan menjadi lebih peduli terhadap lingkungannya. Merawat anak kembali ketingkat fungsional dapat berjalan lambat dan merupakan pekerjaan yang menimbulkan frustasi, namun dapat menjadi sangat menyenangkan ketika kemampuan anak pulih. Orang-tua memerlukan dukungan terus-menerus dan dorongan semangat selama masa ini. Untuk menunggu anaknya normal dan sehat, bisa merupakan pengalaman menakutkan, dimana dimerlukan usaha keluarga yang terencana untuk mendapatkan potensi maksimum.

Pasien dan keluarganya yang masuk rumah-sakit untuk memeriksakan tanda-tanda kelainan neurologis juga memerlukan dukungan dari petugas keperawatan. Adalah tugas perawat untuk mempersiapkan baik pasien maupun keluarganya untuk berbagai pemeriksaan yang akan dilakukan. Orang-tua harus mengerti tes apa saja yang akan dilakukan dan informasi apa yang dapat dikumpulkan untuk mendiagnosis dan menindak kelainannya. Orang-tua dengan cemas menunggu hasil pemeriksaan sehingga perawat, sebagai pengayom pasien, mengusahakan pengumpulan hasil secepat mungkin.

Dibangsal umum, perawat sering menjumpai anak cacad karena anomali kongenital, seperti spina bifida. Sebagian mereka menunjukkan paralisis, kesulitan saluran cerna dan kandung kemih. Mereka sering masuk rumah-sakit berulang untuk operasi agar memungkinkan mereka dapat berfungsi dengan pemakaian brace. Ketika anak semakin besar, ia akan memerlukan katerisasi intermiten untuk memastikan kandung kemih betul-betul kosong serta untuk mencegah infeksi saluran kemih berulang. Kateterisasi yang dilakukan sendiri perlu keberanian dan petunjuk yang baik harus diberikan pada pasien.


PERAWATAN NEONATAL

Kelainan bedah-saraf yang dijumpai pada keperawatan neonatal biasanya kongenital (meningomielosel, hidrosefalus) atau yang berkaitan dengan kelahiran yang traumatik baik dengan atau tanpa perdarahan intraserebral. Banyak diantara bayi ini adalah prematur dengan insidens perdarahan intraventrikuler yang tinggi. Tidak seperti anak yang lebih besar, neonatus dengan kelainan neurologis mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial kecuali penonjolan fontanel serta cepatnya pertambahan lingkaran kepala. Beberapa bayi ini dirawat dalam inkubator dan memerlukan bantuan respirasi dan sebagian dari mereka memerlukan operasi segera yang terkadang berulang.

Ini adalah saat penyesuaian yang sulit bagi orang-tua muda karena mereka lebih mengharap bayi yang normal dan sehat dibanding bayi yang sakit atau sakit berat yang mungkin akan cacad kelak. Sang ibu terkadang berpikir telah melakukan sesuatu saat hamil yang menyebabkan kelainan tsb. Disini peran perawat membantu orang-tua agar mengerti bahwa kemarahan, kesedihan dan dukacita adalah normal serta perasaan bersalah adalah tidak perlu. Sang ibu biasanya ada dirumah sakit karena persalinannya, hingga komunikasi langsung perawat dengan ibu, seperti juga dengan sang ayah lebih mudah dilakukan. Bila masalah bedah-saraf kongenital mempunyai implikasi jangka panjang yang memerlukan perawatan rumah-sakit berulang, orang-tua membutuhkan bantuan dalam menghadapi kesulitan dan dalam belajar bagaimana mengatasi kecacadan. Mereka mungkin memerlukan petunjuk praktis bagaimana memberi makan dan merawat bayi secara umum. Sebagian orang-tua mungkin memilih anaknya dirawat diinstitusi atau diadopsikan. Perawat berperan memberikan informasi berbagai alternatif serta kemungkinan konsekuensinya dan kemudian bertindak sesuai anjurannya membantu mereka melakukan keinginan tsb. untuk bayinya.

Merawat semua pasien bedah-saraf pediatrik adalah pengalaman yang menantang, baik di ICU, bangsal atau ruang neonatal. Perawat bedah-saraf pediatrik yang kompeten harus mampu menilai, menginterpretasikan dan mencatat tanda-tanda neurologis vital scara tepat sebagai tanggung-jawab seorang anggota tim perawat kesehatan. Evaluasi dan koordinasi untuk terapi, sepanjang dalam pendekatan keperawatan dapat membantu anak mencapai potensi terbaiknya. Dalam bekerja dengan pasien sakit kritis atau anak dengan neurologis terganggu serta melihat mereka pulang dari rumah-sakit, setelah memberikan mereka bantuan untuk mencapai tingkat fungsional yang baik, adalah sangat menggembirakan dan merupakan pengalaman yang sangat berharga.


Rujukan :

Donna Murray, RN, BA. : Pediatric Neurosurgical Nursing. In The Pediatric

Neurosurgical Patient : A Cooperative Approach. LP. Ivan, ed.

Zehava Noah : Neorologic Intensive Care. In Pediatric Neurosurgery. J. Raymondi, ed.



Sumber :

Syaiful Saanin. SMF Bedah Saraf RS M. Djamil.
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/perawatanak.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar